Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

Pengamat Birokrasi dan Kebijakan Publik, Varhan Abdul Aziz menjelaskan ada dua tipe kepemimpinan yang pas untuk kondisi Indonesia, yakni pemimpin bertipe solidarity maker (perajut persatuan) dan pemimpin bertipe administrator (pembangun impian).

“Pemimpin pertama terlebih diperlukan manakala negara dalam kondisi genting dan perlu penguatan, konsolidasi dan penggalangan persatuan,” kata Varhan dalam keterangan yang diterima, Jumat (7/10/2022).

Sementara pemimpin tipe kedua, dikatakan Varhan, sangat diperlukan manakala negara ingin meraih cita-cita bersama, yakni kesejahteraan bersama yang adil dan merata.

Menurutnya, pemimpin bertipe pembangun impian itu pula yang kian diperlukan Indonesia saat ini ke depan.

Bila ia menjadi orang kedua alias wakil presiden (wapres), maka pemimpin tipe ini akan bisa mengambil peran-peran yang lebih praktis namun visioner dalam mengejawantahkan cita-cita kesejahteraan dalam program pembangunan yang riil.

Sementara bila posisinya menjadi orang pertama sebagai presiden, ia lebih-lebih lagi akan berfungsi sebagai nakhoda yang menentukan tak hanya urusan visi dan misi, melainkan langsung terlibat dalam praksis.

“Pada sisi kepemimpinan tipe pembangun impian ini, saya melihat Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, punya peluang menjadi pilihan pada Pilpres mendatang, baik sebagai capres maupun cawapres,” kata Varhan.

Peluang itu, dikatakan Varhan, terbuka lebar seiring diperlukannya tipe pemimpin pembangun impian tersebut untuk kepemimpinan menyongsong Indonesia Emas pada 2045 ke depan.

Varhan menunjuk berbagai kriteria plus yang dimiliki Moeldoko sebagai pemimpin.

“Paling kasat mata, Moeldoko adalah figur pemimpin berani, konsisten dan tak pernah tercatat punya tabiat mengorbankan anak buah,” kata dia.

Varhan menunjuk beberapa contoh, terutama manakala para anak buahnya di KSP mendapat kritik anggota DPR RI karena dianggap sering muncul di media menyampaikan pernyataan.

Alih-alih menyalahkan, kata dia, Moeldoko bahkan menyatakan itu bagian dari tanggung jawabnya, selain memberikan desentralisasi otoritas kepada jajarannya.

Bagaimanapun, kata Varhan, kepemimpinan sejatinya adalah sebagaimana dinyatakan tokoh manajemen dunia, Mary Parker Follett, sebagai seni menyelesaikan sesuatu melalui orang lain.

“Jadi, pada akhirnya tugas pemimpin adalah mencapai tujuan bersama,” ujarnya.

Karena itu, hasil sebuah kepemimpinan tidak hanya dinilai pada pemimpinnya, tapi dinilai pula dari pelaksanaan tugas pokok.

Sementara, kata Varhan, tidak ada tugas pokok yang bisa terlaksana tanpa melibatkan pengikut.

“Moeldoko yang selama ini dikenal sebagai tameng dan bumper Presiden Jokowi, ternyata juga sangat peduli terhadap bawahan, dengan membelanya dengan penuh keyakinan,” ucapnya.

Selain Ali Mochtar Ngabalin, Tenaga Ahli Utama KSP Edy Priyono, serta Tenaga Ahli Utama KSP Wandy Tuturoong, merupakan anak buah Moeldoko yang pernah dibelanya.

Tidak cukup hanya itu, menurut Varhan, Moeldoko juga figur bersih, anti-korupsi yang tak pernah terdengar terlibat kasus rasuah apa pun.

“Misalnya, KSP menegaskan, agar pelayanan birokrasi semakin baik, beliau menargetkan terbentuknya Mal Pelayanan Publik di 514 kabupaten dan kota seluruh Indonesia pada tahun 2024. Itu artinya secara visi, beliau hebat. Hanya orang besar yang punya visi besar,” kata dia.

Yang menarik, kata Varhan, Moeldoko selalu ada di berbagai hasil survei menyangkut kepemimpinan negeri tersebut, sejatinya tak pernah mendua dalam pekerjaaan dan amanahnya.

“Pak Moeldoko selama ini menunjukkan dirinya seorang yang fokus pada tugas, bahkan di saat beberapa menteri lain baik diam-diam maupun terbuka terus mengkampanyekan diri menjelang Pilpres,” tuturnya.

Sumber Artikel.