Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menyoroti dugaan penjualan barang bukti narkoba oleh Irjen Teddy Minahasa yang kini telah berstatus tersangka.
Trubus Rahadiansyah beranggapan bahwa pada kasus yang menimpa mantan Kapolda Sumatera Barat ini ada indikasi didompleng oleh perwira tinggi lain untuk menjatuhkan Irjen Teddy Minahasa dari jabatannya.
“Ya iya, kan itu kan bukan hal aneh ya. Seperti kaya Sambo. Sambo kan tidak sendirian. Sambo yang lain kan ada,” kata Trubus Rahadiansyah saat dihubungi, dikutip Selasa (18/10/2022).
VIDEO: Pengamat Nilai Teddy Minahasa Gunakan Kekayaan untuk Dapat Jabatan Kapolda
Dilanjutkannya bahwa masyarakat saat ini sudah lebih cerdas dan banyak mengetahui perkembangan informasi.
Hal itu, kata dia, seringkali dianggap remeh oleh instansi aparatur negara yang berpandangan bahwa publik tidak mengetahui.
“Jadi publik itu membaca bahwa sebenarnya yang terjadi kasusnya pada Teddy Minahasa itu hanyalah fenomena gunung es,” ujarnya.
“Ada persoalan di bawahnya justru jauh lebih ini, dan sesama mereka saling ini (menjatuhkan),” lanjut dia.
Trubus lantas membandingkan dengan kasus Konsorsium 303.
Konsorsium 303 sendiri merupakan sebuah istilah yang diambil dari Pasal 303 dalam KUHP terkait tindak pidana perjudian.
Isu ini merebak melalui peredaran lembaran berisi struktur beberapa petinggi Polri yang dituduh menjadi beking jaringan judi online.
“Padahal 303 itu kan bahasan dari KUHP masuk pasal perjudian. Tapi digunakan sebagai nama yang benar seolah-olah 303 itu sebagai (…) umapatan untuk mendepak lawan. Lawan yang non 303 lah, kayaknya seperti itu,” ujarnya.
Dengan sederet kasus yang menimpa instansi Polri ini, Trubus menilai lembaga penegak hukum tersebut saat ini dalam suasana tidak sehat.
Kemudian, menurut dia, seharusnya ada sistem yang diubah untuk perbaikan Korps Bhayangkara.
“Makanya karena sudah tidak sehat lagi orang-orangnya, sistemnya juga sudah gak sehat, maka lebih baik ini semua saatnya sekarang diubah, semua diubah,” kata Trubus.
“Saya pikir yang lebih mendesak sekarang itu UU itu daripada pemerintah mewacanakan kementerian yang baru.”
Sebelumnya, Irjen Teddy Minahasa bakal diperiksa Penyidik Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya terkait kasus narkoba di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (17/10/2022).
Namun pemeriksaan itu batal dilakukan lantaran Teddy meminta dirinya diperiksa oleh dokter karena merasa sakit.
“Karena yang bersangkutan kurang sehat, maka yang bersangkutan minta dilakukan pemeriksaan oleh dokter,” kata Kabag Penum Humas Polri, Kombes Pol Nurul Azizah kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022).
Sebelumnya, sempat ada drama Irjen Teddy Minahasa menolak diperiksa sebagai tersangka pada Sabtu (15/10/2022).
Penolakan ini karena Irjen Teddy Minahasa ingin didampingi kuasa hukum pilihannya, bukan kuasa hukum dari Polri.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan mengatakan jadwal itu merupakan pemeriksaan lanjutan setelah pemeriksaan pada Sabtu (15/10/2022) kemarin terhenti.
“Terkait tindak lanjut penangan tadi siang penyidik dari Ditnarkoba Polda Metro telah melakukan pemeriksan terhadap Irjen TM, kemudian pemeriksan sempat berlangsung, namun tidak bisa tuntas atas permintaan Irjen TM untuk diundur menjadi hari Senin besok,” kata Zulpan saat dihubungi, Minggu (16/10/2022).
Pemberhentian pemeriksaan itu karena Teddy tidak berkenan menggunakan kuasa hukum yang disiapkan Polda Metro Jaya.
Teddy, lanjut Zulpan, hanya mau menggunakan pengacara yang dipilih keluarganya untuk mendampingi selama proses hukum berlangsung.
“Sebenarnya dari Polda Metro kami tadi sudah siapkan dari advokat Polda Metro Jaya. Namun tidak diterima karema ingin menggunakan pengacara yang sudah disiapkan keluaraga,” tuturnya.
Irjen Teddy Terancam Hukuman Mati
Irjen Teddy Minahasa telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus peredaran gelap narkoba.
Atas perbuatannya itu, Irjen Teddy Minahasa dipersangkakan Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2 Juncto Pasal 132 ayat 1 jo pasal 55 uu 35/2009 dengan ancaman maksimal hukuman mati.
“Ancaman maksimalnya hukuman mati atau minimal 20 tahun penjara,” kata Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Pol Mukti Juharsa dalam konferensi pers di Polres Metro Jakarta Pusat, Jumat (14/10/2022).
Dalam pusaran gelap peredaran narkoba ini, polisi juga menangkap sejumlah tersangka lain mulai dari masyarakat sipil hingga anggota Polri.
Semuanya dijerat dengan pasal yang sama dengan ancaman hukuman mati.