Ferdy Sambo melalui pengacaranya meminta jaksa untuk melengkapi berkas dakwaan kliennya antara lain hasil ahli psikolog forensik, hasil lie detector, hasil uji balistik, dan keterangan ahli ahli.

Ia berharap kekurangan berkas dakwaan kliennya dilengkapi sebelum persidangan.

“Hal ini sangat menentukan untuk mewujudkan apakah persidangan dapat dilakukan secara objektif atau tidak ke depan,” ujar Arman Hanis, Rabu (12/10/2022).

“Tim kuasa hukum berharap selain pembuktian fakta-fakta di persidangan kepatuhan pelaksanaan hukum acara yang berlaku sangat penting agar harapan kita semua bahwa persidangan dapat terwujud secara fair trial (hak atas peradilan yang adil).”

 Arman lebih lanjut juga meminta semua pihak menghormati proses peradilan yang dijalankan kliennya dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.

“Kami juga berharap pada semua pihak agar menghormati proses peradilan, menghargai independensi dan imparsialitas hakim sehingga tidak terjadi proses penghakiman sebelum persidangan dilakukan,” ucap Arman Hanis.

Febri Diansyah, turut menambahi pernyataan Arman Hanis terkait kasus yang dihadapi kliennya yakni Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

Ia memulai dengan Justice Collaborator (JC) dalam perkara kliennya.

Menurutnya, seorang JC harus mengakui perbuatannya terlebih dahulu dalam perkara yang disangkakan.

Juctice Collaborator di perkara Ferdy Sambo adalah Bharada E.

Febri menekankan kepada Bharada E untuk tidak berpikir hanya menyelamatkan diri sendiri.

“Seorang JC tidak boleh hanya menggunakan label JC tersebut untuk menyelamatkan diri sendiri. JC bukan sarana untuk menyelamatkan diri sendiri,” kata Febri.

Bicara soal Juctice Collaborator, kata Febri, harus dipahami JC adalah pelaku yang bekerja sama dalam kejahatan.

Maka, pelaku berstatus JC wajib terlebih dahulu mengakui perbuatannya.

“Kalau ada seorang JC yang justru menyangkal perbuatannya maka tentu patut kita pertanyakan,” kata Febri.

Febri menegaskan seorang JC juga tidak boleh berbohong apalagi tidak konsisten dalam keterangannya di segala tingkat pemeriksaan.

Dalam keterangannya, Febri juga mengungkapkan soal Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi yang mengaku telah membuat kekeliruan pasca tewas Brigadir J.

Kekeliruan itu adalah membuat skenario palsu tewasnya Brigadir J.

Ferdy Sambo membuat skenario palsu karena Bharada E salah menjalankan perintah hajar menjadi tembak Brigadir J.

“Perintah FS saat itu yang dari berkas yang kami dapatkan, hajar chard, namun yang terjadi penembakkan saat itu,” ungkap Febri.

Ferdy Sambo panik lalu mengambil senjata milik Brigadir J dan menembakan ke dinding.

“Tujuan pada saat itu adalah menyelamatkan RE yang diduga melakukan penembakan sebelumnya dan juga tujuannya pada saat itu adalah seolah-olah memang terjadi tembak menembak,” kata Febri.

“Dan kita tahu itu adalah salah satu fakta dalam fase kedua yang bisa kita sebut sebagai skenario atau fase kebohongan tersebut.” katanya. (Kompas.TV/Ninuk Cucu Suwanti) 

Sumber Artikel.