Naikan Harga BBM, Jokowi dan Kabinetnya Seperti Tidak Pro Rakyat

Oleh: Erlangga Abdul Kalam
Wakil Ketua I PC PMII Jakarta Timur

BBM bersubsidi resmi dinaikan oleh pemerintah pada hari Sabtu tanggal 3 September 2022 kemarin.

Kebijakan itu juga langsung dijalankan selang 1 jam saat diumumkan ke publik.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang didampingi oleh Kemensos dan Presiden Joko Widodo menyebutkan kenaikan harga BBM itu untuk menyesuaikan dengan harga minyak dunia.

Disaat yang sama, saya melihat situasi perekonomian Negara kita sedang krisis.

Salah satu yang paling jelas persoalannya adalah penggunaan dana APBN yang banyak dialokasikan untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru dan dana pensiun untuk Anggota Dewan.

Karenanya kebijakan mengenai kenaikan harga BBM itu dikeluarkan, tujuannya saya kira sudah pasti hanya untuk menopang beban ekonomi negara agar tidak hancur.

Saya akui kebijakan itu merupakan salah satu alternatif yang baik untuk mengantisipasi kemerosotan perekonomian negara, namun yang sangat saya sesalkan alternatif itu tidak tepat dalam penempatan waktunya. Sehingga tidak bisa menjadi solusi bagi masyarakat.

Kalau mau dirunut, negara sebagai lembaga dan individu sebagai masyarakat saat ini belum benar-benar pulih total kondisi perekonomiannya imbas badai pandemi.

Maka sudah tidak sepantasnya ditengah situasi masyarakat yang sakit ini, pemerintah menambah kesakitan itu. Padahal harusnya pemerintah bisa meringankan.

Pemerintah yang salah, rakyat yang ditumbalkan. Siklusnya kalau dilihat memang selalu begitu. Miris

Secara sederhana sekali saya mau katakan, pemerintah sangat egois. Sebab pemerintah hanya memikirkan Negara, tapi tidak memikirkan rakyat dan masyarakat yang hidup didalamnya. Bagi saya keduanya harus seimbang, tidak boleh ada yang dikalahkan.

Gaji pekerja juga kalau dilihat belum merata tingkat kenaikannya, kalaupun sudah ada kenaikan gaji belum tentu itu sesuai dengan harga kebutuhan pokok yang akan dikeluarkan. Terlebih khusus BBM.

Ini sangat tidak memanusiakan sekali, saya kira dampak kenaikan BBM ini akan menyebabkan inflasi yang tinggi serta menurunkan daya beli masyarakat.

Beberapa hal yang kemudian menjadi janggal dan masuk dalam catatan saya adalah; Pertama, Pemerintah mengumumkan harga kenaikan BBM itu di hari libur.

Kedua, harga minyak dunia juga saat ini sedang menurun.

Ketiga, pemerintah mengatakan kenaikan harga BBM bersubsidi ini dilukakan supaya tepat sasaran.

Apa alasan logis dari tiga hal yang menjanggal itu? Kenapa mengumumkan di hari libur?

Kenapa menaikan harga BBM bersubsidi di situasi yang padahal harga minyak dunia menurun?

Dan bukankah bicara pendistribusian BBM bersubsidi supaya tepat sasaran sudah diatur melalui aplikasi MyPertamina?

Bisakah pemerintah menjawab dan menguraikan kejanggalan-kejanggalan tersebut?

Melihat kejanggalan itu, saya mengindikasikan pemerintah seperti hendak mau bermain kucing-kucingan lagi dengan rakyat.

Mengingat pada tahun 2019 lalu, saat Pemerintah dan DPR hendak mengumumkan draf final RKUHP di hari kerja langsung mendapat banyak penolakan dari mahasiswa dan masyarakat.

Dengan beberapa latar belakang diatas, maka saya mendesak kepada Presiden Jokowi melalui Menteri ESDM untuk segera mencabut kembali kebijakan kenaikan harga BBM. Sebab jelas kenaikan harga BBM itu membuat masyarakat semakin sengsara. 

Semua sektor pasti akan berdampak karena kenaikan BBM, rasionalisasinya adalah setiap komoditas pangan yang kita beli didalam keseharian pasti menggunakan transportasi, kalau sudah menggunakan jasa transportasi maka wajib membeli bahan bakar.

Saya juga mendesak kepada Pemerintah untuk dapat memastikan kestabilan harga bahan pokok.

Lalu bicara soal Bantuan Langsung Tunai (BLT), saya kira BLT yang diperuntukan untuk BBM itu juga tidak begitu penting, sebab sifatnya hanya sementara. Sedangkan kebijakan kenaikan harga BBM itu berlaku selamanya. Artinya kita hanya seakan dibantu sesaat, padahal tanpa sadar kita dibombardir secara terus menerus.

Belum lagi bicara soal masalah pendistribusian dari BLT BBM itu sendiri, saya kira ini harus diskemakan. Jangan sampai justru BLT BBM itu jatuh ditangan yang tidak tepat.

Kemudian, saya juga mendesak kepada Pemerintah untuk menghapuskan regulasi pensiunan untuk DPR.

Terakhir, saya juga mendorong kepada ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPR RI untuk berinisiatif dan legowo menghapuskan regusi yang mengatur mengenai kebijakan dana pensiunnya. Sebab beban Negara sudah sangat berat.

Dengan menghapuskan kebijakan dana pensiun Anggota Dewan itu, saya kira akan sedikit membantu perbaikan perekonomian Negara. Kalau Negara sudah terbantu, maka saya kira masyarakat tidak lagi menjadi tumbal kepentingan.

Sumber Artikel.