Oleh: Borni Kurniawan
Mahasiswa S3 Sosiologi Pedesaan IPB
Dasawarsa pertama era otonomi daerah melahirkan cukup banyak kepala daerah champion karena mampu membawa daerah yang dipimpinnya menjadi daerah yang inovatif.
Salah satu daerah yang dikenal reformis paling awal adalah Jembrana. Kabupaten ini didaulat sebagai kabupaten terbaik dalam penyelenggaraan layanan publik, sehingga menjadi rujukan studi banding.
Ada yang dikenal maju karena keberhasilanya mereformasi tata kelola keuangan daerah yang pro desa seperti Kabupaten Kutai Kertanagera dengan dana gerbang desaku, satu desa dua milyar.
Ada pula yang dikenal karena kebehasilan bupati perempuan pertama di Indonesia kala itu membangun sistem keterbukaan informasi seperti kabupaten Kebumen yang membangun infrastruktur televisi lokal Ratih TV.
Ada pula Kabupaten Bantaeng yang kala itu dipimpin kepala daerah bertitle professor alumni Jepang, berhasil membangun interkoneksitas desa, dengan membangun infrastruktur jalan antardesa yang berkualitas sehingga, distribusi perdagangan hasil pertanian seperti jagung, kopi dan kakau berjalan lancer.
Di samping itu Bantaeng juga dikenal dengan inovasi politik partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan desa, terutama kelompok perempuan dan divabel, sehingga tercipta perencanaan program pembangunan desa yang berbasiskan kebutuhan dan dukungan politik kewargaan.
Memasuki dasawarsa kedua, predikat daerah inovatif, daerah reformis ataupun daerah Budiman mengalami keruntuhan.
Beberapa faktor penyebabnya, pertama, terjebak dalam praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
Kedua, tata kelola pemerintahan yang inovatif dan reformis tidak melembaga kuat ke dalam sistem pemerintahan itu sendiri.
Ketiga, tidak adanya kesinambungan kepemimpinan yang inovatif.
Karenanya, saat terjadi pergantian pemimpin daerah, sistem tersebut melemah.
Keempat, tidak adanya dukungan dari masyarakat, karenanya, praktik inovasi pemerintahah daerah tidak memiliki penyangga ekosistem yang baik dari bawah.
Tumbuhnya inovasi desa
Meski demikian, kita beruntung di tengah menurunya grafik daerah champion, bermunculan banyak inovasi yang tumbuh dari desa.
Dalam catatan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi tahun 2019 paling tidak tercatat adanya 30.000 praktik inovasi desa dengan berbagai ragam inovai bidang kehidupan, mulai dari tata pemerintahan, pengembangan sumber daya manusia, penerapan teknologi tepat guna dan tata kelola keuangan desa.
Di Bali, ada Desa Kuthuh yang mampu menujukan aksi kolaboratif antara pemerintah desa adat dengan pemerintah desa dinas membangun ekonomi desa berbasiskan BUMDesa dengan unit utama wisata desa.
Di beranda depan Indonesia, di perbatasan Indonesia-Timor Leste, ada Desa Silawan yang mampu membuat terobosan penggunaan Dana Desa untuk pengadaan listrik PLN untuk warganya yang selama 70 tahun Indonesia merdeka hidup dalam kegelapan.
Hanya pelita dan lilin di malam hari sebagai teman.
Demikian pula di pedalaman Kalimantan Barat, ada Desa Bedaha yang membangunkan sistem kelistrikan desa berbasis teknologi panel surya untuk warganya. Dengan adanya listrik desa tersebut produktivitas ekonomi dan sosial warga tumbuh membaik.
Energi perubahan yang tersublimasi dari Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa yang ditransmisikan pelaksanaannya oleh Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi secara tidak langsung menjadi penyangga menjamurnya praktik inovasi desa.
Perpaduan yang baik antara leadership kepala desa sebagai nahkoda tata kelola pemerintahan dan keuangan desa, pendampingan desa yang diperankan oleh para tenaga profesional pendampingan desa, serta tumbuhnya ekosistem prakarsa inovasi dari warga merupakan modal potensial yang akan menjamin keberlanjutan inovasi desa di masa mendatang.
Pertanyaanya kemudian, sejauh mana inovasi daerah dan inovasi desa yang tengah tumbuh subur ini melahirkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi masyarakat secara berkelanjutan.
Visi Nasional dan Inovasi
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penting kiranya untuk mengaitkannya dengan kepemimpinan nasional.
Mustahil prakarsa baik yang tengah tumbuh di/dari bawah tersebut tetap bersemi dan berkembang baik bila tidak mendapat dukungan pemimpin nasional yang visioner terhadap arus bawah.
Pertanyaanya, bagaimana menemukan pemimpin yang visioner.
Mengapa pertanyaan ini penting, karena di era yang syarat dengan arus informasi yang serba digital dan tersaji cepat, masyarakat berpotensi salah memilih karena hanya didasarkan rujukan informasi yang bersifat instan dan sesaat.
Belajar kepada para pendiri bangsa seperti Ir. Soekarno, Hatta, Moh. Yamin, Tan Malaka dan Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid), salah satu pemimpin nasional kontemporer, sosok pemimpin yang visioner adalah memiliki karya tulis yang mana dari karya inilah takyat bisa memahami pemikiran dan gagasan murni yang ditawarkan mereka dalam membangun bangsa ini.
Peta politik nasional terkini Indonesia, dari sekian tokoh nasional yang mencerminkan sikap dan strategi politik yang diajarkan para pendiri bangsa tersebut adalah A. Muhaimin Iskandar.
Tokoh politik nasional paling muda ini sangat produktif dalam menulis. Bahkan, bisa dikatakan, dari sekian banyak tokoh politik nasional yang hendak mencalonkan diri menjadi calon presiden 2024, hanya Cak Imin yang menempuh jalan sunyi sebagai politisi yang rajin membuat buku.
Buku terbaru yang baru saja dirilis ke publik berjudul Visioning Indonesia Arah Kebijakan dan Peta Jalan Kesejahteraan bisa dikatakan kumpulan mutiara pemikiran dan gagasanya terhadap nasib Indonesia di masa mendatang.
Dalam buku tersebut, ditawarkan tiga peta jalan kesejahteraan: pertama Indonesia mandiri, kedua Indonesia Maju dan ketiga Indonesia Berkeadilan.
Ukuran Indonesia mandiri menurut politisi bergen santri ini adalah Indonesia yang ditopang kemandirian fiskal dan pajak, Indonesia yang berswasembada baik untuk pangan, obat-obatan maupun energi.
Indikator Indonesia Maju menurutnya: pertama, Indonesia yang tidak bergantung pada ekonomi berbasis sumber daya alam semata, tetapi kepada ekonomi berbasis sumber daya manusia dan pengetahuan.
Kedua, Indonesia yang semakin menguasai dan memanfaatkan teknologi Informatika digital untuk melayani dan mengelola negara yang bersifat kepulauan dan maritim.
Ketiga, Indonesia yang memiliki birokrasi dan pelayanan publik berkualitas tinggi di semua sektor layanan publik baik nasional, daerah maupun desa.
Lalu, Indonesia berkeadilan ukurannya adalah Indonesia mampu mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya hingga ke pelosok desa dan Indonesia yang konsisten melaksanakan pasal 33 UUD 1945.
Semua indikator tersebut, dalam pandangan santri indiologis Gus Dur tersebut dapat ditempuh melalui strategi politik yang berorientasi pada kesejahteraan yaitu dengan mewujudkan politik yang inklusif, politik pemerataan dan keadilan, politik hijau (keadilan ekologi), politik yang menghormati hak asasi manusia, politik keIndonesiaan yaitu politik yang melindungi seluruh jiwa yang tertumpah darahnya di bumi Indonesia, serta politik yang peka terhadap perempuan.
Percikan visioner Muhaimin Iskandar di atas memiliki relevansi yang kuat dengan realitas kebutuhan daerah dan desa dalam menjaga keberlanjutan inovasi pembangunan di atas.
Mengapa demikian, karena aksesibilitasnya yang kuat terhadap sistem ketatanegaraan, posisinya sebagai Ketua DPR RI dan keberadaan Kementerian Desa PDTT yang noteben dikemudikan oleh kader PKB, menjadi modalitas strategis untuk menjaga keberlanjutan ekosistem inovasi tersebut, karena akan mendapat jaminan kebijakan nasional yang memihak.
Terlebih lagi, bila tokoh muda ini mendapat kepercayaan dari rakyat sebagai the next presiden pada Pemilu 2024 nanti.
Maka, ekosistem inovasi nasional akan semakin terjamin, karena inovasi daerah dan inovasi desa benar-benar mendapatkan dukungan secara nasional bukan bersifat parsial.