Anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF), Nugroho Setiawan membeberkan momen mengerikan yang terjadi pada saat terjadinya tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur. 

Khususnya di pintu 13 Stadion Kanjuruhan. 

Melalui CCTV, kata Nugroho, ia melihat jelas sekali para penonton berdesakkan, terhimpit, terinjak hingga akhirnya meninggal dunia di pintu 13.

“Tadi saya sempat melihat rekaman CCTV kejadian khususnya di pintu 13. Wah, mengerikan sekali,” ungkap Nugroho dikutip dari tayangan Kompas Tv, Minggu (9/10/2020).

Pada waktu tragedi itu terjadi, kata Nugroho, pintu terbuka tapi sangat kecil.

Pasalnya, pintu 13 adalah pintu masuk, bukan pintu keluar.

Orang-orang menumpuk, berdesakkan dan terinjak menjadi alasan banyak korban berjatuhan.

Dugaan sementara, mereka panik karena gas air mata ditembakkan.

“Jadi ya situasinya adalah pintu terbuka tapi sangat kecil, yang itu seharusnya pintu untuk masuk tapi terpaksa menjadi pintu keluar.”

“Situasinya adalah orang itu berebut keluar sementara sebagian sudah jatuh pingsan, terhimpit, terinjak karena efek dari gas air mata.”

“Nah jadi yang miris sekali saya melihat detik-detik beberapa penonton yang tertumpuk dan meregang nyawa terekam sekali di CCTV,” jelas Nugroho.

Menurutnya, memang Stadion Kanjuruhan tidak layak untuk menggelar pertandingan yang beresiko tinggi, seperti Arema FC dengan Persebaya Surabaya.

“Kesimpulannya sementara bahwa Stadion ini tidak layak untuk menggelar pertandingan high risk match.”

“Mungkin kalau itu medium atau low risk masih bisa.”

“Jadi akhirnya untuk high risk match kita harus membuat kalkulasi yang sangat konkret misalnya adalah bagaimana cara mengeluarkan penonton pada saat keadaan darurat.”

“Jadi sementara yang saya lihat adalah pintu masuk berfungsi sebagai pintu keluar, tapi itu tidak memadai.”

“Kemudian tidak ada pintu darurat, jadi mungkin ke depan perbaikannya adalah merubah struktur pintu itu,” ujar Nugroho.

Menurut Nugroho penting pula mempertimbangkan aspek akses anak tangga.

“Anak tangga ini kalau secara normatif di dalam safety disiplin ketinggian 18 cm lebar tapak 30 cm.”

“(Tetapi anak tangga) ini, antara lebar tapak dengan ketinggian sama rata-rata mendekati 30 cm.”

“Jadi intinya gini kalau dengan ketinggian normal tinggi 18 cm x lebar 30 cm ini kita berlari turun dan naik itu tidak ada kemungkinan jatuh.

“Kemudian lebar lebar dari anak tangga ini juga tidak terlalu ideal untuk untuk kondisi crow karena harus ada railling atau pagar untuk pegangan.”

“Nah pagar ini juga sangat tidak terawat dengan desakan yang luar biasa akhirnya railingnya patah dan itu juga termasuk yang melukai korban,” tegas Nugroho.

Laga Arema FC dan Persebaya Dinilai High Risk

Sebelumnya, Nugroho mengatakan pertandingan sepak bola antara Arema FC dan Persebaya Surabaya tidak layak digelar di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.

Pasalnya, pertandingan kedua kubu sepak bola ini tergolong memiliki risiko tinggi (high risk).

Selain memiliki jumlah suporter yang banyak, loyalitas suporternya sangat tinggi. 

“Kesimpulannya sementara bahwa stadion ini tidak layak untuk menggelar pertandingan high risk match. Mungkin kalau itu medium atau low risk masih bisa,” kata Nugroho dikutip dari Kompas.com, Minggu (9/10/2022).

Menurut Nugroho, untuk pertandingan yang diperkirakan berisiko tinggi, pelaksana harus membuat perhitungan secara rinci.

Termasuk harus mempertimbangkan betul segala kemungkinan terburuk yang bisa terjadi.

“Kita harus membuat kalkulasi yang sangat konkret misalnya adalah bagaimana cara mengeluarkan penonton pada saat keadaan darurat,” jelas Nugroho.

(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)(Kompas.com/Aryo Putranto Saptohutomo)

Sumber Artikel.