Situasi perekonomian global diprediksi akan terjun ke jurang resesi pada 2023.

Hal ini disebabkan karena kinerja perekonomian di beberapa negara maju seperti China, Amerika Serikat, Jerman hingga Inggris menurun.

“Hampir semua negara kondisi pertumbuhan kuartal II-2022 itu melemah dibandingkan pertumbuhan kuartal I-2022 dan ini sangat ekstrem.”

“Seperti China, kemudian Amerika Serikat, Jerman, Inggris dan negara lain mengalami koreksi,” ucap Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Senin (26/9/2022), sebagaimana diwartakan Tribunnews.com sebelumnya.

“Ini kemungkinan akan berlanjut di kuartal III-2022 dan sampai akhir tahun.”

“Tren terjadinya pelemahan sudah terlihat dan akan terlihat hingga kuartal IV-2022, sehingga prediksi hingga tahun depan termasuk kemungkinan terjadinya resesi akan muncul,” sambungnya.

Lantas apa arti Resesi?

Menurut KBBI, resesi adalah kelesuan dalam kegiatan dagang, industri, dan sebagainya, seolah-olah terhenti.

Resesi juga diartikan menurunnya atau mundurnya dan berkurangnya kegiatan dagang atau industri.

Dikutip dari investopedia.com, resesi adalah penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan, meluas, dan berkepanjangan.

Paling populer dikatakan resesi ketika produk domestik bruto (PDB) mengalami penurunan selama dua kuartal berturut-turut.

Para ekonom di National Bureau of Economic Research (NBER) mendefinisikan resesi sebagai kontraksi ekonomi yang dimulai dari puncak ekspansi dan berakhir pada titik terendah dari penurunan berikutnya.

Resesi dapat berlangsung hanya beberapa bulan, tetapi pemulihan ekonomi ke keadaan awal sebelum resesi dapat memakan waktu bertahun-tahun.

Penyebab Resesi

Dikutip dari forbes.com, ada beberapa penyebab utama terjadinya resesi, yakni:

1. Guncangan ekonomi yang tiba-tiba

Guncangan ekonomi adalah masalah kejutan yang menimbulkan kerugian finansial serius.

Pada 1970-an, OPEC memotong pasokan minyak ke AS tanpa peringatan, menyebabkan resesi, belum lagi antrean tak berujung di pompa bensin.

Selain itu, wabah virus corona yang mematikan ekonomi di seluruh dunia merupakan contoh terbaru dari kejutan ekonomi yang tiba-tiba.

2. Utang yang berlebihan

Ketika individu atau perusahaan memiliki terlalu banyak utang, biaya pembayaran utang dapat meningkat ke titik di mana mereka tidak dapat membayar tagihan.

Itu bisa membuat kebangkrutan yang kemudian membalikkan perekonomian.

3. Gelembung aset

Mantan Ketua Fed Alan Greenspan menyebut kecenderungan ini sebagai “kegembiraan irasional”.

Ia menggambarkan keuntungan besar di pasar saham pada akhir 1990-an.

Kegembiraan yang irasional menggelembungkan pasar saham atau gelembung real estat, dan ketika gelembung itu meletus, penjualan panik dapat menghancurkan pasar, menyebabkan resesi.

4. Terlalu banyak inflasi

Inflasi adalah tren kenaikan harga yang stabil dari waktu ke waktu.

Inflasi bukanlah hal yang buruk, tetapi inflasi berlebihan adalah fenomena berbahaya.

Bank sentral mengendalikan inflasi dengan menaikkan suku bunga, dan suku bunga yang lebih tinggi menekan aktivitas ekonomi.

Pada tahun 1970-an, di AS terjadi inflasi yang tidak terkendali.

Untuk memutus siklus inflasi, Federal Reserve dengan cepat menaikkan suku bunga, itu menyebabkan resesi.

5. Terlalu banyak deflasi

Deflasi adalah ketika harga turun dari waktu ke waktu, yang menyebabkan upah berkontraksi.

Ketika deflasi menjadi tidak terkendali, orang dan bisnis menghentikan pengeluaran, itu akan melemahkan ekonomi.

Bank sentral dan ekonom memiliki sedikit alat untuk memperbaiki masalah mendasar yang menyebabkan deflasi.

Pada tahun 1990-an, Jepang berjuang mengatasi deflasi yang menyebabkan resesi parah.

6. Perubahan teknologi

Saat ini, beberapa ekonom khawatir bahwa AI dan robot dapat menyebabkan resesi karena menghilangkan seluruh kategori pekerjaan.

(Tribunnews.com/Fajar/Bambang Ismoyo)

Sumber Artikel.