Dakwaan berasal dari kata dasar “dakwa”.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dakwa adalah tuduhan; pengaduan atau tuntutan yang diajukan kepada hakim.
Dakwa juga diartikan sebagai tuntutan atau gugatan yang diajukan oleh seseorang terhadap orang lain karena haknya telah dilanggar dirugikan, dan sebagainya.
Sementara itu, dakwaan berarti tuntutan perkara; tuduhan.
Mengutip Wikipedia, dakwaan merupakan sebuah pernyataan resmi dari seorang otoritas penuntut bahwa seseorang telah dituduh melakukan suatu pidana atau pelanggaran.
Di luar konteks hukum, dakwaan juga dapat digunakan secara lebih umum untuk mengartikan tuduhan, kritik keras, atau sesuatu yang berdampak mengungkapkan sesuatu yang patut dikritik.
Sementara dikutip dari dictionary.com, dakwaan adalah bentuk kata benda dari kata kerja mendakwa.
Kata tersebut dapat digunakan dalam arti membuat tuntutan pidana formal atau dalam arti yang lebih umum menuduh atau mengkritik.
Langkah terakhir dalam proses pengumpulan bukti sebelum seseorang diadili atas kejahatan berat disebut dengan surat dakwaan.
Surat dakwaan dibuat oleh penuntut umum setelah menerima berkas perkara dan hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 140 Ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berbunyi,
“Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan.”
Dikutip dari kompas.com, agar tidak batal demi hukum, surat dakwaan harus memenuhi beberapa unsur, yaitu:
Tindak pidana yang didakwakan;
Waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
Surat perkara tersebut kemudian dilimpahkan beserta perkaranya ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut.
Surat dakwaan dibacakan oleh penuntut umum pada saat permulaan sidang atas permintaan dari hakim ketua sidang.
Lantas, apa perbedaan dakwaan dengan tuntutan?
Tuntutan pidana yang dituangkan ke dalam surat tuntutan diajukan oleh penuntut umum setelah pemeriksaan di sidang pengadilan selesai.
Surat tuntutan itu dibacakan dalam persidangan lalu diserahkan pada hakim dan terdakwa atau penasihat hukumnya.
Pembacaan tuntutan kepada terdakwa dilakukan setelah proses pemeriksaan bukti-bukti atau acara pembuktian di persidangan selesai, baik oleh terdakwa atau penasihat hukumnya maupun penuntut umum.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 182 Ayat 1 huruf a UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berbunyi,
“Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana.”
Pada umumnya, isi dari surat tuntutan hukum, yakni:
Identitas lengkap terdakwa;
Isi dakwaan;
-Fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan;
Visum et repertum dan bukti-bukti surat lainnya;
Fakta-fakta yuridis;
Pembahasan yuridis, yakni penuntut umum membuktikan satu per satu pasal yang didakwakan, apakah terbukti atau tidak;
Pertimbangan tentang hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa;
Tuntutan hukum, yaitu penuntut umum meminta kepada majelis hakim agar terdakwa dijatuhi hukuman (berapa lamanya) atau pembebasan atau pelepasan terdakwa, atau pidana tambahan;
Nomor register dan tanggal, serta ditandangani penuntut umum.
Berdasarkan penjelasan di atas, perbedaan antara dakwaan dan tuntutan terletak pada waktu diajukannya kedua hal tersebut.
Dakwaan dibacakan oleh penuntut umum saat permulaan sidang, sementara tuntutan diajukan penuntut umum setelah pemeriksaan di sidang pengadilan selesai.
Selain itu, isi dari dakwaan dan tuntutan juga berbeda.
Dakwaan berisi pasal-pasal dari tindak pidana yang didakwakan, namun belum mencakup tuntutan hukuman.
Sedangkan tuntutan berisi tuntutan hukum untuk terdakwa.
(Tribunnews.com/Yurika)(kompas.com/Issha Harruma)