Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
Ketua DPP PDIP Said Abdullah mengingatkan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tak berpikir halu.
Hal itu menanggapi pernyataan AHY yang menyebut di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) masyarakat mengalami kesulitan.
Said menyarankan AHY berbicara menggunakan data ketika mengkritik Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf.
“Saya sarankan sebagai anak muda, apalagi dengan latar pendidikan yang cukup baik, kenapa suka berpikir halu, berbicara tanpa data,” kata Said dalam keterangannya, Rabu (12/10/2022).
Said menyindir pernyataan AHY bak menepuk air diulang kena muka sendiri apabila berbicara tanpa data.
“Kalau hanya ingin mendapatkan tepuk tangan di depan kadernya ya silahkan saja, tetapi akan menepuk air di dulang kena muka sendiri bila bicaranya tanpa data,” ujarnya.
Ia menjelaskan pada akhir tahun 2014 saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi presiden, jumlah penduduk miskin mencapai 27,73 juta jiwa.
Sementara di akhir tahun 2019, jumlah penduduk miskin di Indonesia turun menjadi 24,79 juta.
“Bahkan setelah dihantam badai pandemi, kita pulih lebih cepat. Pada Maret 2022 jumlah penduduk miskin kita turun menjadi 26,16 juta. Turun dari semester sebelumnya yang mencapai 26,5 juta penduduk,” ucap Said.
Said menuturkan tingkat pengangguran di Indonesia di akhir tahun 2019 jauh lebih rendah dibanding masa Presiden SBY.
“Pada akhir tahun 2014 jumlah pengangguran mencapai 7,24 juta, sedangkan pada masa Presiden Joko Widodo tingkat pengangguran pada tahun 2019 mencapai 7,1 juta. Bahkan saat dua tahun lebih dihantam pandemi, tingkat pengangguran kita terus turun sejak tahun 2020,” jelasnya.
Lebih lanjut, Said menerangkan berdasarkan data BPS, pada akhir tahun 2014 gini rasio Indonesia mencapai 0,414 dan angka tersebut menjadi rekor kesenjangan sosial di Indonesia.
“Mari kita cek pada tahun 2022 gini ratio kita jauh lebih rendah di posisi 0,384 dan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo tren kesenjangan sosial terus menurun,” ucapnya.
Selain itu, ia mengungkapkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia juga menunjukkan perkembangan yang jauh melampaui PDB pada masa akhir Presiden SBY.
“PDB Indonesia pada tahun 2014 hanya Rp 10.569,7 triliun. Akhir tahun lalu PDB kita berkembang mencapai Rp 16.979,7 triliun atau meningkat 62 persen dibanding akhir Pemerintahan SBY,” ungkapnya.
Terkait pembangunan insfratruktur, Said menegaskan di era Jokowi jauh lebih terlihat hingga ke seluruh pelosok tanah air.
“Di masa pemerintahan mana pegunungan tengah Provinsi Papua yang terisolir bisa terbuka akses jalan? Semua pembangunan infrastruktur terlihat di semua sektor, baik pertanian, kesehatan, pendidikan, hingga desa,” ujarnya.
Said juga membandingkan indeks pembangunan manusia (IPM) di akhir masa Pemerintahan SBY tahun 2104 dan Jokowi tahun 2021.
“IPM tahun 2014 mencapai mencapai 68,90, pada tahun 2021 mencapai 72,29. IPM kita terus meningkat meskipun selama pandemi kita mengalami metoda pengajaran jarak jauh karena kebijakan pembatasan sosial,” ungkapnya.
Ia lalu membandingkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di masa pemerintah Joko Widodo dengan era Presiden SBY.
“Skor IPK kita pada tahun 2014 mencapai 34 dan tahun 2021 sebagaimana yang dirilis oleh Transparasi Internasional mencapai 38. Semakin tinggi skor menandakan tingkat IPK semakin baik,” jelasnya.
Terkahir, Said menegaskan Indeks Negara Hukum sebagaimana yang dirilis oleh World Justice Project pada tahun 2014 mencapai skor 0,52.
Sementara data terbaru Indeks Negara Hukum Indonesia (INHI) pada tahun 2021 mencapai 0,52. Artinya, posisinya sebanding dari dua masa pemerintahan.
“Data di atas memperlihatkan banyak aspek kemajuan dan prestasi yang baik dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo,” imbuhnya.